Siapa Pendamping SBY?

Popularitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dalam hasil survei terakhir harian Kompas elektabilitasnya mencapai lebih dari 60 persen, tampaknya bukan jaminan ia akan terpilih kembali menjadi Presiden RI periode 2009-2014.

Pecah kongsinya pasangan SBY-JK telah menimbulkan persoalan tersendiri bagi SBY untuk mampu meraih suara signifikan pada Pilpres 2009. Pasangan ini sulit untuk disatukan kembali karena ini terkait soal martabat Jusuf Kalla (JK) dan kepercayaan publik. Artinya, JK sulit ‘menjilat ludah’ atau lebih sopannya menarik kata-kata yang sudah dilontarkannya berkali-kali bahwa ia siap maju menantang SBY sebagai capres Partai Golkar, karena ini menyangkut martabat dirinya.

Dari sisi kepercayaan publik, penyatuan kembali pasangan yang sudah pecah ini juga sulit. Politik adalah suatu yang serius, bukan hal yang main-main, kalau sudah bilang pecah dan ternyata bersatu kembali, publik atau pemilih tentunya sulit percaya pada kedua tokoh ini.

Sementara itu, Partai Demokrat sendiri mulai ragu apa bisa meraih 15 persen suara pada Pemilu legislatif 9 April 2009 ini. Sebaliknya, Partai Golkar justru semakin percaya diri mematok target 30 persen, sesuatu yang juga sulit terjadi. Satu hal yang menarik, ada juga tokoh Partai Golkar seperti Akbar Tandjung dan Fadel Muhammad, yang mengesankan bersedia menjadi Cawapres mendampingi SBY. Namun, seperti biasanya, Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menampik mengomentarinya dan tetap berpatok pada kesepakatan di Partai Demokrat bahwa pasangan capres dan cawapres akan diumumkan setelah hasil pemilu legislatif.

Penjajakan politik dan ‘politik dagang sapi’ (istilah aslinya ‘Horse Trading Politics’), semakin marak dilakukan para tokoh partai-partai politik. JK sendiri sudah mulai giat melakukan pertemuan dengan berbagai tokoh partai seperti bersilaturahim dengan tokoh-tokoh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dalam kaitannya dengan yang terakhir itu, PKS masih menyimpan misteri politik apakah sungguh-sungguh akan berkoalisi dengan Partai Golkar. Ini tampak dari ‘seolah-olah’ ada pertarungan di PKS antara Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Sekjen PKS Anis Matta soal dukungan pada JK.

Ketika Tifatul berbalas pantun dengan JK, Anis justru seakan masih kurang percaya JK serius mau maju jadi capres. Padahal ditengarai justru Anis yang sering melakukan kontak dengan JK karena kebetulan ia menjadi caleg nomor 1 di Sulawesi Selatan. PKS bukan mustahil juga masih terus melakukan penjajakan dengan PDIP dan Demokrat soal pencalonan salah seorang kadernya, Hidayat Nurwahid atau Tifatul Sembiring, menjadi cawapres mendampingi Megawati atau SBY.

Agak sulit bagi SBY jika mengambil tokoh non-partai atau berasal dari partai yang tidak dicalonkan atau didukung oleh partainya. Pilpres 2009 tentunya berbeda dengan 2004 yang capresnya tangguh dan memiliki strategi politik yang masih menjadi misteri. Contohnya, jika Partai Demokrat yang sebulan lalu terlalu pede ternyata nantinya hanya meraih suara di bawah 15%, ini bisa menjadi prahara politik bagi pencalonan SBY. Bukan mustahil Golkar bersama partai-partai menengah dan kecil lainnya melakukan ‘Politik Pembendungan SBY’ dengan cara menawarkan posisi-posisi strategis di kabinet mendatang kepada mitra koalisinya.

Jika dilihat dari gaya berpolitik SBY dan JK, bukan mustahil JK adalah sosok yang lebih menarik ketimbang SBY. JK lebih egaliter, tidak basa-basi, satu kata dan perbuatan, memberikan arahan kepada para anggota kabinet lebih sederhana dan singkat, cepat dan tegas dalam mengambil keputusan, berani mengambil risiko jika keputusan yang diambilnya salah dan benar-benar pribadi yang hangat.

Namun ada satu kelemahan JK, yaitu terlalu dekatnya ia dengan Aburizal Bakrie. Sebagai Wakil Presiden dan negarawan, JK sepatutnya tidak perlu terlalu melindungi perusahaan-perusahaan Bakrie yang akan atau sudah kolaps, kalau memang itu adalah akibat dari salah kelola dari pemiliknya.

Sebaliknya, tatapan mata SBY selalu menyimpan misteri, kalau memberikan arahan, maaf, melebihi Sapta Marga yang harus dihafal oleh prajurit TNI sehingga para menteri sulit menghafalnya. Arahan juga bisa berubah pada sidang kabinet berikutnya.

SBY terlalu sering mengadakan rapat untuk memutuskan sesuatu (apalagi soal menaikkan harga BBM yang menyangkut citra dirinya) dan tidak jarang mengadakan rapat melalui teleconference dari luar negeri atau rapat di hari Sabtu atau Minggu untuk menunjukkan pemerintah serius, namun justru menimbulkan kekhawatiran rakyat seolah-olah Negara Dalam Keadaan Bahaya.

SBY selalu tampil necis walau sedang mengunjungi rakyat yang terkena bencana alam, dan bagaikan sinterklas membagi-bagikan uang melalui program PNPM Mandiri yang sebagian dananya merupakan pinjaman dari Bank Dunia. Ia penuh basa basi politik, dan belakangan mengelola pemerintahan dengan cara marah-marah atau MBA, alias Management By Anger.

Maaf, saya belum tahu pasti siapa pendamping SBY pada Pilpres 2009 ini. Pembentukan koalisi masih amat cair!

Pemilu 2009, Mengubah Nasib Banyak Orang atau Cari Gengsi ???

Saat ini sebenarnya apa yang mendasari dan menyebabkan peserta pemilu dan partai politik kian banyak dan berlomba-lomba untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden serta menjadi bagian dari pemerintahan kita yaitu calon legislative (caleg). Apakah tujuan mereka semua baik yaitu untuk mengubah nasib rakyat ?ataukah hanya mau mancari gengsi atau kekuasaan untuk kepentingan pribadinya ?

Di bawah bayang-bayang menguatnya fundamentalisme dan perilaku transaksional, begitulah wajah politik kita saat ini. Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 diharapkan dapat menjadi instrumen yang dapat mengubah carut-marutnya politik Indonesia.

Harapan itulah yang menjadi napas diskusi bertema “Menelaah Prospek Pemilu 2009 bagi Pemulihan Bangsa dan Umat Kristen” yang diadakan Terang Indonesia, di Jakarta, Sabtu (31/1). Turut berpartisipasi dalam acara itu Anggota Komisi III DPR RI Yasonna Laoly, Pengamat Politik CSIS J Kristiadi, Ketua Umum Terang Indonesia Rachmat Manullang, dan Mantan Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Jakob Tobing.

Pemilu adalah metode untuk merangkum berbagai kepentingan politik. Melalui pemilu, kepentingan semua golongan diadu dalam mekanisme konflik yang dilegalkan. Kekuatan politik yang paling banyak dipilih, mendapat posisi tawar lebih baik untuk menentukan nasib bangsa.

Era Orde Baru dihadapkan pada pemilu hipokrit. Tampak demokratis, tetapi sebenarnya pura-pura. Siapa pemenang pemilu? Berapa kursi yang didapat partai tertentu, sudah diset sedemikian rupa oleh penguasa. Bahkan, penguasa juga yang menentukan pemimpin partai.

Pada era reformasi, pemilu lebih demokratis dan menganut sistem multipartai untuk menjamin terakomodasinya semua suara anak bangsa. Bahkan, untuk memilih presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), gubernur, dan wali kota menggunakan sistem pemilihan langsung.

Mulai Gamang

Sayangnya, mulai banyak yang meragukan demokrasi, karena setelah 10 tahun dinikmati dengan gegap gempita, belum terasa dampak nyatanya bagi kesejahteraan masyarakat. Wajar saja jika masyarakat mulai gamang, termasuk terhadap Pemilu 2009.
Kegamangan juga nampak dalam menguatnya gerakan fundamentalis. Regulasi bernunansa agama muncul di berbagai daerah, yang ironisnya, justru lahir karena memanfaatkan instrumen demokrasi.

Frustrasi terhadap demokrasi juga muncul akibat perilaku elite politik yang tidak didasarkan atas visi yang jelas. Sangat pragmatis dan berorientasi jangka pendek. Tukar-menukar pasal sudah lazim terjadi. Ini tercermin misalnya melalui penyusunan undang-undang pemilu legislatif.

Mantan Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu Legislatif, Yasonna Laoly mengatakan, semangat menguatkan sistem presidensil dengan menyederhanakan jumlah partai ternyata idak selaras dengan keputusan pansus. Kompromi politik terpaksa mengikutsertakan partai-partai yang semula tidak lolos electoral threshold ke Pemilu 2009.

“Sistem multipartai jelas tidak kompatibel dengan penguatan sistem presidensial, diperlukan mekanimse penyederhanaan partai, namun kompromi politik membuat itu tidak terjadi,” ujar Yasonna.

Bisakah kesalahan ditimpakan pada demokrasi? Pengamat politik J Kristiadi mengatakan, sistem demokrasi jelas tidak sempurna. Ada banyak kelemahannya. Namun, di antara semua pilihan yang ada, demokrasilah yang terbaik. “Demokrasi adalah pilihan terbaik dari yang buruk” katanya.

Saat ini, dia menyadari masyarakat memang sedang menunggu buah konkret demokrasi. Oleh karena itu, sudah saatnya partai politik tidak hanya menjadi komoditas untuk berkuasa. “Ketika seseorang terjun di partai politik, panggilan hatinya haruslah seperti panggilan suci, seperti ingin menjadi biarawan,” tuturnya.

Demokrasi, kata Kristiadi, juga menuntut partisipasi aktif warga. Lewat pemilu masyarakat harus menggunakan suaranya secara bertanggung jawab. Artinya, rakyat tidak sekadar datang ke bilik suara dan memberikan suara, tapi harus didahului dengan penyelidikan yang benar tentang calon wakil rakyat, partai, atau presiden pilihannya.
Dengan menyelidiki pilihannya, masyarakat dapat mencegah potensi bandit masuk dan mengakses ruang pembuatan kebijakan publik.

“Jangan sampai pilih yang pintar, tetapi tidak punya komitmen, sehingga pintarnya hanya membodohi rakyat. Bila diberi uang, mungkin hanya mengenyangkan hari itu saja, tetapi jika salah pilih, ruginya lima tahun,” ujarnya.

Bangun Sistem

Menurut Jakob Tobing, membangun sistem adalah hal yang penting ketimbang mencari pemimpin. Negara yang sibuk mencari pemimpin biasanya tidak mendapat apa-apa. Sebaliknya, negara yang berhasil biasanya karena dia membangun sistem. Sistem yang langgeng adalah sistem yang menghargai kemanusiaan.

Demokrasi pantas dipilih, bukan karena dia sempurna, tetapi karena kemampuannya mengoreksi diri sendiri, mencegah abuse of power. Dalam demokrasi juga ada jaminan terhadap kesetaraan dan dihargainya suara semua kelompok. “Demokrasi dapat menjadi alat untuk melawan fundamentalisme,” ujarnya.

Pemimpin bangsa ke depan, kata Jakob, haruslah pemimpin yang memiliki komitmen kepada Pancasila dan NKRI. Salah satunya dengan tidak memelihara kelompok “anak macan”. Dalam pengertian Jakob, anak macan adalah kelompok yang sengaja dipelihara untuk kepentingan kekuasaan, padahal dalam kegiatannya jelas-jelas mengancam keberagaman dan kebhinekaan Indonesia.

Ketua Terang Indonesia Wisnu Tri Oka mengingatkan, tantangan yang akan diahadapi pemimpin bangsa mendatang tidak mudah. Peringkat ekonomi Indonesia terus menurun, begitu pula peringkat iklim investasi. Tetapi pemimpin Indonesia tidak harus seorang extraordinary (luar biasa), cukup seorang yang visioner, moralis, dan pemberani. (vidi vici)

Akhir kata dari saya, semoga pemilu yang akan kita selenggarakan dapat berjalan dengan lancer dan sukses. Pesan dari saya, SEMOGA :

1. pemilu berjalan lancar ;
2. dapat mengubah nasib rakyat ;
3. pemerintah bersikap adil ;
4. peserta menggunakan hak pilih dengan sebaik-baiknya ; dan
5. jangan GOLPUT, alias tidak memilih, NETRAL gitu loch….jangan yach !!!
6. serta jangan ada kecurangan, KKN, oleh peserta dan parpol alias SPORTIF Oce??

Adakah Ancaman Keamanan Pemilu ???

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui adanya ancaman keamanan pada Pemilu Legislatif, 9 April nanti. Ancaman tersebut, menurut SBY harus diantisipasi dengan baik agar pemilu berjalan dengan lancar.

Badan Intelijen Negara (BIN) juga tidak menampik adanya ancaman ini. Ketua BIN Syamsir Siregar menengarai, ancaman ini berasal dari partai yang ingin menang. “Indikasinya ya ingin mau menang. Jadi kalau kalah, ah betul,” kata Syamsir.

Berikut wawancara wartawan dengan Syamsir Siregar di Istana Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (7/4/2009).

Presiden tadi bicara perihal ancaman pemilu?

Orang memang belum-belum sudah membicarakan kecurangan. Pemilu saja belum dilaksanakan sudah mengatakan adanya kecurangan.

Ancaman ini indikasinya kuat untuk menggagalkan pemilu?

Bukan

Jadi ini indikasi apa?

Indikasinya ya ingin mau menang. Jadi kalau kalah, ah betul.

Ada petinggi partai yang akan mengerahkan massa ketika ada kecurangan?

Siapa yang bilang? Itu biasa, kalau Pilkada ada saja yang demo ke MK (Mahkamah Konstitusi).

Tidak ada indikasi untuk menggagalkan pemilu?

Kalau ada yang menggagalkan, kita kenakan hukum saja. Apa sulitnya? Sampai saat ini belum, apa susahnya.

Indikasi rusuh?

Kita gebuk. Pakai yang enak lah.

Partai di Aceh mulai bertikai?

Kau tahu dulu ada kelompok yang menyerah sebelum MoU. Itu kelompok yang menamakan dirinya Forkap. Itu kurang cocok dengan partai Aceh. Jadi itu masalah mereka dianggap pengkhianat oleh GAM karena mereka menyerah terlebih dahulu.

Ini ancaman di Aceh?

Ya mungkin ada saja yang melakukan intimidasi dalam pelaksanaan pemilu. Yang memaksa rakyat untuk memilih partai tertentu, itu tentunya sebenarnya harus tidak boleh.

Yang mengintimidasi eks GAM?

Ya itu di antaranya orang-orang yang menghendaki kemenangan suatu partai tertentu.

Partai Aceh?

Diam tidak menjawab.

Sumber : http://www.detik.com

Hati-hati Terhadap Surat Suara Yang Diberikan

Hati – hati !!!

Surat Suara Tidak Sah jika tidak Ada Tandatangan Ketua KPPS.

Tak lama lagi, pesta demokrasi akan digelar, tepatnya pada 9 April mendatang. Semua warga yang masuk dalam daftar pemilih tetap ( DPT ) dan mempunyai hak pilih harus benar-benar memanfaatkan suaranya untuk memilih wakil rakyat sesuai hati nurani maisng-masing.

Menyikapi perhelatan pesta demokrasi itu, Ketua KPU Kutai Kartanegara, Rinda Desianti menjelaskan, pemilu mendatang ada empat warna suara yang akan diterima oleh pemilih. Yaitu, Surat Suara warna Kuning untuk DPR RI, Biru untuk DPRD Propinsi, Hijau untuk DPRD Kabupaten/Kota dan Merah untuk DPD yang memuat nama dan calon perwakilan daerah.

Jika pemilih sudah diberi empat surat suara itu, selanjutnya perhatikan apakah surat suara itu sudah ditandatangani oleh Ketua KPPS. Pastikan empat surat suara itu sudah ditandatangani oleh ketua KPPS, kalau tidak ditandatangani berarti tidak sah, dan tidak akan dihitung dalam perhitungan suara.

Saat pemilih masuk ke bilik suara, yang pertama harus dilakukan adalah yaitu buka lipatan surat suara sepenuhnya lalu perhatikan kolom partai dan nama caleg yang akan dipilih. Untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPR Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tidak lagi mencoblos tanda gambar calon legislative lagi tetapi dengan cara mencontreng sekali saja pada kolom nama caleg atau kolom nomor caleg.

Sedangkan untuk calon DPD, tanda contreng pada kolom nama foto salah satu calon anggota DPD. Tidak boleh mencontreng dua partai yang berbeda, karena akan membuat tidak sah.

Setelah itu, lipat menurut lipatan semuula, kemudian masukkan ke kotak yang sesuai dengan warna keempat kertas suara tersebut. Misalnya, jika surat suara warna hijau maka masukkan ke kotak yang berwarna hijau, begitu juga kertas suara yang lainnya.

Adapun waktu pencontrengan hanya lima ( 5 ) jam, yaitu dari jam 07.00 – 12.00 wita. Setelah waktu pemungutan suara habis, para petugas KPPS akan segera memeriksa dan menghitung hasil pemungutan suara tersebut. Rinda menghimbau kepada seluruh masyarakat KUKAR, khususnya yang sudah mendapatkan hak pilih agar datang ke tempat pemilihan suara ( TPS ) dibawah pukul 12.00 siang, karena lebih dari waktu itu, proses pemungutan suara akan ditutup.

Dikatakan pula, masyarakat Kukar diharapkan menggunakan hak pilih sebaik-baiknya, jangan GOLPUT, karena jika Golput berarti anda nantinya tidak memiliki wakil yang memperjuangkan aspirasi anda, dan anda tidak bisa protes kepada wakil rakyat karena yang duduk bukan pilihan anda, serunya.. ( Sumber : Kaltim Post, 23 Maret 2009 )

Contoh : Kita ingin memilih Caleg DPRD Propinsi Kalimantan Timur dari Partai Pelopor dengan Nomor Urut 2 atas nama Ir.H.Sandjaja.

Karena saudara Ir.H.Sandjaja adalah calon dari Partai Pelopor pada daerah pemilihan III yaitu daerah Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, maka untuk daerah pemilhan yang lainnya yaitu Dapil Samarinda, Balikpapan, Penajam dan lainnya nama yang bersangkuta tidak terdapat pada kertas suara pada daerah ini.

Sedangkan untuk daerah Pemilihan Kutai Kartanegara dan Kutai Barat, pada kertas suara yang berwarna biru akan terdapat nama yang bersangkutan.

Langkah 1. Buka kertas suara berwarna biru sesuai bentuk lipatannya dan check apakah tandatangan Ketua KPPS sudah tertera. Bila tidak ada, kembalikan kertas suara tersebut pada panitia KPPS. Dan bila sudah tertera tandatangan ketua KPPS, lanjutkan ke langkah berikutnya.

Langkah 2. Lihat pada kolom partai Pelopor yang bernomor 22,

Langkah 3. Lihat pada kolom Partai Pelopor pada nomor urut 2, periksa apakah nama yang bersangkutan memang terdapat pada kolom tersebut.

Langkah 4. Bila benar adanya pada kolom tersebut tertera nama Ir.H.Sandjaja, maka lakukan contreng pada kolom tersebut sekali saja. Ingat satu Kali Saja !

Langkah 5. Lipat kertas suara sesuai lipatan awal.

Langkah 6. Masukkan kertas suara tersebut pada kotak suara yang tersedia yang berwarna Biru.

Cara Memberikan Suara yang Sah dan Benar

Mendekati hari pemungutan suara, tak ada salahnya mulai mengenali empat model surat suara yang akan Anda temui di bilik suara.

Pemilih di daerah akan mendapatkan empat surat suara. Jangan lupa, untuk mengidentifikasinya dari warna di bagian atas surat suara, agar Anda mengetahui calon anggota DPR, DPRD, atau DPD kah yang Anda pilih.

Khusus pemilih di DKI Jakarta, akan mendapatkan tiga surat suara (minus surat suara Anggota DPRD Kabupaten/Kota)

Sebagai informasi, hanya foto calon anggota DPD yang akan Anda jumpai di surat suara. Sisanya, untuk calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, Anda hanya akan menemukan nama dan nomor urutnya. Ukuran surat suara relatif besar, 85×54 cm. Pastikan, tak salah melipat dan kebingungan mencari pilihan Anda.

Nah, inilah empat macam surat suara pada Pemilu 2009 ini :

1. Surat suara yang dibagian atasnya berwarna kuning, untuk pemilihan Anggota DPR
2. Surat suara yang dibagian atasnya berwarna merah, untuk pemilihan Anggota DPD
3. Surat suara yang dibagian atasnya berwarna biru, untuk pemilihan Anggota DPRD Provinsi
4. Surat suara yang dibagian atasnya berwarna hijau, untuk pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Mekanisme pemberian suara pada Pemilu 2009 ini berbeda dengan pemilu tahun 2004 dan pemilu-pemilu sebelumnya. Jika selama ini pemilih akrab dengan cara mencoblos, maka kali ini cara itu berganti dengan menandai, mencontreng ataupun mencentang.
Nah, ada tiga kolom yang harus Anda perhatikan untuk memberikan suara yang benar dan sah. Dari ketiga kolom tersebut, silahkan pilih salah satu, di bagian mana Anda ingin memberikan tanda satu kali. Satu kali, di salah satu kolom saja, sudah sah.

1. Berikan tanda pada kolom NAMA PARTAI ; atau

2. Berikan tanda pada kolom NOMOR URUT CALON ; atau

3. Berikan tanda pada kolom NAMA CALON

Ingat, pilih salah satu saja, dan berikan tanda satu kali saja, dengan tidak melewati garis batas kolom.

Pemberian suara dengan benar, akan menentukan keabsahan suara yang Anda berikan. Selamat memilih!

Horas..ingot hamu, ise di Propinsi surat suara berwarna biru dohot di pusat. surat suara berwarna kuning. ingot..ingot……..!!

Yang Sensual Menjelang Pemilu 2009

Rasanya absurd mencari sisi sensual dari relung pesta demokrasi lima tahunan yang akan digelar pada 9 April 2009. Mengapa?
Jawabnya, tidak ada pelukan, tidak ada ciuman, dan tidak ada dekapan yang mengusap kerinduan, membelai kemesraan. Brrr…begitu peniruan bunyinya, greeng…peniruan efeknya.
Yang sensual menjelang pemilu legislatif bukan sebatas kata-kata kampanye mengundang welas asih publik dimuntahkan dari mulut politisi, tapi juga bagaimana para calon pemilih menanti penuh harap resep setengah jitu, mengintip tips semi jitu dalam memilih parpol. Pemilu 2009 mendaraskan kemesraan: Aku hendak bersandar dalam pelukanmu. Hemm….
Bukankah segala tips dan selaksa resep mengacu kepada formula klasik yang diutarakan oleh filsuf Immanuel Kant bahwa pemikiran tanpa isi adalah kosong, dan intuisi tanpa konsep adalah buta. Mitos Promoteus mengajarkan bahwa api yang dibawanya kepada manusia membawa kebebasan dan pembebasan diri manusia dari “kebutaan”.
Dengar, lihat dan cermati bila sejoli tertembus panah asmara. Kosa-kata mewadahi debur asmara mereka yang terbelenggu bujuk rayu Dewi Amor. Lahirlah sederet kata-kata, “…kau menciumku, bibirmu hangat, dan aku tersenyum. Mentari terbenam, menggantung di depan kita; meliuk di depan kita untuk mewartakan bahwa ada asmara di antara kita.” Suiit, suiit….
Bagaimana, mendekati hari pemungutan suara, getar sensual bisa serta merta menggoda 38 partai politik nasional dan enam partai politik lokal di Aceh, serta 11.219 calon anggota legislatif untuk DPR?
Jawabnya, masyarakat tampak disandera oleh kesenjangan antara harapan dan kenyataan, seperti dijejak oleh survei opini publik yang diselenggarakan Litbang Kompas.
Detak jantung berdegup seperti kekasih yang kali pertama bersua. Ini karena Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menjatuhkan palu godam bahwa status penanganan logistik Pemilu Legislatif hingga saat ini masuk kategori mengkhawatirkan. “Statusnya sekarang agak bikin deg-degan,” kata Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini.
Lebih mencemaskan, ketika Bank Indonesia (BI) memproyeksikan lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009 melaju sekitar tiga sampai empat persen, dari perkiraan sebelumnya empat sampai lima persen, menyusul melambatnya kinerja ekspor dan investasi akibat krisis finansial global.
“BI masih pakai tiga sampai empat persen, tetapi apakah laju ekonomi akan mendekati ke bawah atau ke atas, banyak terpengaruh oleh implementasi fiskal stimulus bisa cepat atau tidak,” kata Deputi Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom. Sementara, pemerintah telah mengoreksi target pertumbuhan ekonomi 2009 dari 5 persen menjadi 4,5 persen.
Adakah sensualitas di balik target pertumbuhan ekonomi menjelang pemilu 2009? Ada.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkapkan masa kampanye mendongkrak penjualan produk kebutuhan sehari-hari di toko modern hingga 10 persen pada Maret 2009.
“Selama masa kampanye berlangsung justru toko modern kembali bisa mendongkrak penjualan. Banyaknya uang beredar dan pengadaan nasi bungkus memberi efek positif bagi ritel modern,” kata Ketua Departemen Supermarket Aprindo, Nugroho Setiadharma kepada harian Bisnis Indonesia.
Yang lebih sensual, tarif internet nasional akan diturunkan seusai pemilu untuk menghindari kesan politisasi kebijakan yang ditujukan guna memperbesar akses masyarakat terhadap informasi. “Sekarang pun sudah banyak yang turun,” kata Menteri Komunikasi dan Informasi Mohammad Nuh.
Sementara, di ranah kampanye, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berjanji akan memperkokoh sektor usaha kecil, kemandirian energi, pendidikan, kesehatan apabila dipercaya masyarakat memimpin Indonesia pada pasca-Pemilu.
“Saat ini Indonesia bagaikan mobil mogok, jalannya lambat, maka kalau mau cepat, mobil harus diganti,” kata juru kampanye Partai Gerindra, Hasyim Djojohadikusumo.
Inikah yang sensual dari laga berlabel pemilu 2009? Sebelum menjawabnya, telusuri dengan mata hati apa yang ditulis sastrawan Milan Kundera dalam karyanya Immortality.
Ia menulis, para politisi sesungguhnya bergantung kepada para wartawan, tetapi pada siapakah para wartawan itu bergantung? Pada mereka yang berlimpah fulus, berdompet tambun.
Mereka yang membayarnya adalah agen-agen iklan yang membeli dan menggadai kolom-kolom di surat kabar-surat kabar, serta jam tayang di radio plus televisi.
Inikah nalar dari yang sensual jelang Pemilu 2009? Jawabnya, silakan merujuk kesesatan berpikir “Argumentum ad populum” yang diarahkan kepada rakyat, kepada massa.
Dalam lintas argumentum ad populum, pembuktian secara logis tidak dipentingkan, boleh jadi dicampakkan. Yang dinomorsatukan ialah menggugah perasaan publik pendengar, membangkitkan semangat atau membakar emosi pendengar agar menerima kesimpulan (konklusi) tertentu.
Contohnya, suatu pembaruan yang tidak disetujui besar kemungkinan disebut sebagai “petualangan yang tidak bertanggungjawab”, sedangkan keadaan lama yang hendak terus dipertahankan dilabel sebagai “suatu pembangunan yang mantap”.
Inilah logika dari sensualitas menjelang pemilu 2009. Imaji publik ditentukan oleh seseorang atau kelompok tertentu. Informasi bukan lagi dipaparkan atau diungkap secara objektif, tetapi dimanipulasi dan diseleksi. Ekstremnya, realitas disulap agar dijauhkan dari daya kritis.
Abrakadabra…realitas dalam konteks sosial-politik lantas dipahami sebagai realitas yang diciptakan dan bukan yang dialami dalam masyarakat. Karena media massa erat berpelukan dengan seni, maka politik mau tak mau mulai “bergincu” agar tampil sebagai pengantara jitu.
Yang sensual jelang pemilu 2009 dapat diringkas dalam ungkapan “Tidak ada yang lebih lucu daripada duka lara” (Nothing is funnier than unhappiness). Siapa yang mengobjekkan, siapa yang diobjekkan?